NU, Indonesia dan Dunia kehilangan Ahli Fiqh Terkemuka
MAHARDHIKAnews.com Kota Tangerang – Melalui tulisan tangan yang tersebar di Whatsapp grup, Nadirsyah Hosein menuliskan perasaannya atas Wafatnya Prof KH Ali Yafie.
Menurutnya, kehilangan Prof KH. Ali Yafie mengiris-iris batin kita semua. Beliau lahir pada tahun NU berdiri di tahun 1926 dan saat NU merayakan 1 abad, beliau tengah terbaring di Rumah Sakit hingga akhirnya tadi malam berita duka itu pun tiba. Lahul Fatihah.
“Saya beruntung pernah menyaksikan perdebatan para ahli fiqh kita di MUI dan acara Departemen Agama tempo doeloe. Kiai Ali Yafie dan Abah saya (Prof KH Ibrahim Hosen) sama-sama aktif di MUI era orde baru. Keduanya ahli fiqh. Keduanya berakrobat secara fiqh menjaga agar kebijakan Pemerintah Soeharto tidak merugikan dan menyengsarakan umat Islam” paparnya.
Keterlibatan Kiai Ali Yafie yang asli produk pesantren di panggung nasional membawa beliau pada gagasan Fiqh Sosial. Berbeda dengan KH Sahal Mahfud (yg kemudian juga menjadi Ketum MUI dan Rais Am PBNU), gagasan Fiqh Sosial Kiai Ali Yafie bercorak sturuktural, sedangkan Kiai Sahal lebih bercorak kultural. Namun muara keduanya sama: kemaslahatan umat.
“Saya juga beruntung dulu menyaksikan perdebatan KH Ma’ruf Amin dan KH Ali Yafie dalam forum ilmiah mengenai haji. Dengan santun tapi tegas, keduanya menyampaikan argumen fiqh masing-masing” tambahnya
Dulu itu para ulama kita di PBNU dan MUI memang ulama yang menonjol kualitasnya. Karya dan pemikirannya jelas terekam dalam tulisan maupun forum ilmiah. Sekarang seolah kita mengalami krisis ulama mumpuni di berbagai level.
“Bayangkan, saat tahun 1991 menerima gelar Profesor dari Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta, Kiai Ali Yafie dalam orasi ilmiahnya sudah bicara soal fiqh lingkungan hidup. Saat umat masih sibuk soal fiqh ibadah, beliau sudah melempar gagasan yang melampaui kajian fiqh klasik. Sepeninggal Abah saya, beliau didaulat menjadi Rektor IIQ Jakarta” imbuh Nadirsyah Hoesein.
Wafatnya beliau seolah menjadi tanda peralihan ke generasi ahli fiqh di era digital. Semoga akan muncul penerus kepakaran beliau dari rahim Ibu Pertiwi, yang santun, alim, lentur dalam berpendapat tapi kokoh dalam bersikap. Selamat jalan Kiai.
Tabik,
Penulis : Nadirsyah Hosen