Camat Cipondoh Main Sewakan Aset Publik, Diduga Skandal Fasos / Fasum Ini Mengoyak Integritas Daerah
MAHARDHIKAnews.com TANGERANG, —Kota Tangerang, — Dalam skandal yang mulai terkuak di wilayah Kecamatan Cipondoh, muncul dugaan keras bahwa fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) milik daerah disewakan oleh pihak kecamatan tanpa dasar hukum yang valid. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: siapa sebenarnya yang berwenang menyewakan aset publik?
Menurut sumber resmi di lingkungan Pemerintah Kota Tangerang, kewenangan menyewakan atau memungut biaya atas barang milik daerah (BMD) – termasuk fasos/fasum – tidak berada di tangan camat. Aset tersebut adalah milik publik, dikelola pemerintah daerah melalui instansi seperti Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Tangerang atau dinas teknis yang secara resmi diberi mandat pengelolaan.
Salah seorang pengamat pemerintahan menyebut bahwa camat hanya memiliki fungsi koordinasi, pembinaan dan pengawasan di tingkat kecamatan — bukan kewenangan untuk membuat perjanjian sewa atau memungut biaya atas aset tersebut. Pasal-pasal dalam regulasi mempertegas hal ini:
Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 (“tentang Kecamatan”) menjelaskan bahwa kecamatan merupakan perangkat daerah untuk menjalankan fungsi koordinasi, pembinaan dan pelayanan publik, bukan organ pengelola aset komersial.
Sementara itu, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah (telah diubah dengan Permendagri Nomor 7 Tahun 2024) menegaskan bahwa pengelolaan BMD termasuk penyewaan, penetapan status, dan pemanfaatan aset merupakan kewenangan pengelola barang (yang ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota) — bukan kecamatan.
Lebih spesifik di Kota Tangerang, telah ditetapkan oleh aturan lokal bahwa:
Peraturan Walikota Kota Tangerang Nomor 87 Tahun 2023 mengatur Tata Cara Pelaksanaan Sewa Barang Milik Daerah. Ini menunjukkan bahwa mekanisme sewa BMD diatur lewat regulasi kota, bukan di tingkat kecamatan.
Sebelumnya, Peraturan Walikota Kota Tangerang Nomor 36 Tahun 2017 sudah mengatur “Tata Cara Pelaksanaan Sewa Barang Milik Daerah” di Kota Tangerang.
Maka bila camat Cipondoh – Marwan — menyatakan bahwa “kami sewakan fasos/fasum karena sudah mengacu pada Permendagri 7/2024”, maka ini patut dipertanyakan secara serius. Aktor di level kecamatan tidak memiliki mandat legal untuk menyewakan aset daerah – kecuali melalui delegasi jelas dari kepala daerah atau instansi pengelola barang.
Jika terbukti bahwa pelaksanaan sewa dilakukan tanpa izin resmi dan dana sewa tidak disetor ke kas daerah sesuai mekanisme, maka potensi dugaan penyalahgunaan wewenang terbuka lebar. Peneliti pengelolaan BMD bahkan mencatat bahwa hasil sewa BMD wajib disetor ke Kas Umum Daerah paling lambat dua hari kerja sebelum perjanjian sewa.
Polemik ini bukan sekedar persoalan teknis — melainkan menyentuh hak dasar masyarakat atas pemanfaatan fasos/fasum. Fasilitas ini sesungguhnya untuk publik, bukan untuk dikomersialisasi secara sepihak oleh pihak kecamatan atau oknum tanpa prosedur.
Tuntutan & Rekomendasi
Pihak inspektorat dan pengelola aset daerah harus segera audit seluruh transaksi sewa fasilitas sosial/fasilitas umum di wilayah Kecamatan Cipondoh.
Kepala daerah atau dinas teknis harus segera mengklarifikasi: apakah ada pelimpahan kewenangan resmi kepada kecamatan? Jika tidak — maka semua aktivitas sewa harus dibekukan dan dikembalikan sistemnya ke pengelola barang daerah.
Masyarakat harus aktif memantau: apakah fasilitas yang diklaim disewa oleh kecamatan diarahkan untuk kepentingan publik atau ada unsur komersial tersembunyi?
Berikan sanksi tegas bila ditemukan pelanggaran: potensi penyalahgunaan wewenang bisa berimplikasi pada pidana korupsi jika terbukti merugikan keuangan negara.
Skandal sewa fasos/fasum tanpa dasar hukum di Kecamatan Cipondoh harus menjadi alarm bagi seluruh kota. Aset publik milik rakyat bukan untuk “digarap” oleh kecamatan sebagai unit lebih kecil tanpa kontrol.
Kenyataan ini pada dasarnya pengalihan kewenangan ilegal. Kepala daerah harus turun tangan — jangan biarkan aset publik dijadikan ladang bisnis oleh oknum yang seharusnya hanya ‘membina’, bukan ‘mengelola’ secara komersial.
(Jun/tim)






