Ponsel Berkeliaran di Lapas Pemuda Tangerang Cermin Gagalnya Pengawasan kalapas
MAHARDHIKAnews.com TANGERANG, — Ironi kembali menyeruak dari balik jeruji. Belasan unit ponsel kembali ditemukan di Lapas Pemuda Kelas IIA Tangerang, seolah menegaskan bahwa pengawasan di lembaga tersebut tak lebih dari formalitas belaka.
Razia gabungan antara petugas Lapas, TNI, dan Polri pada Sabtu (25/10/2025) yang menyasar Blok D Aula 3 dengan total 199 warga binaan, kembali memunculkan temuan mengejutkan: ponsel-ponsel masih bebas berkeliaran di tangan narapidana.
Padahal, menurut data resmi Lapas Pemuda Tangerang, sepanjang Januari–Oktober 2025, sebanyak 568 unit handphone telah dimusnahkan melalui proses penghancuran dan pembakaran. Angka yang fantastis — sekaligus menjadi cermin betapa renggangnya pengawasan di balik tembok tinggi itu.
“HP Masuk, HP Disita, HP Masuk Lagi” — Siklus Tanpa Akhir
Publik pun mulai jengah. “Setiap kali razia, selalu ketemu HP. Besok ketemu lagi, ketemu lagi. Jadi kapan beresnya?” ungkap seorang warga dengan nada sinis.
Kecurigaan menguat bahwa tembok lapas bukan lagi penghalang, melainkan jalur sunyi bagi oknum yang bermain mata. Tak sedikit yang menduga, kelengahan atau bahkan keterlibatan petugas menjadi penyebab utama derasnya arus barang terlarang masuk ke dalam.
Ketua GAWAT: Jangan Obral Janji, Tunjukkan Disiplin Nyata
Ketua Gabungan Wartawan Tangerang (GAWAT), Supriyanta, menyoroti keras lemahnya sistem pengawasan di Lapas Pemuda Tangerang. Menurutnya, temuan ponsel yang terus berulang menandakan minimnya komitmen terhadap reformasi pemasyarakatan.
” Jangan hanya obral janji tanpa perubahan nyata. Kalau tidak ada penegakan disiplin yang tegas, jargon P4GN hanya akan jadi slogan kosong,” tegas Supriyanta, Kamis (30/10/2025).
Ia menilai, keberadaan ponsel di tangan warga binaan bukan sekadar pelanggaran disiplin, tapi juga ancaman keamanan. “Dari balik jeruji, mereka bisa tetap mengendalikan aktivitas ilegal. Ini bukan hal sepele. Kalapas wajib bertanggung jawab penuh dan melakukan pembenahan sistemik,” ujarnya.
GAWAT juga mendesak Kementerian Hukum dan HAM agar turun tangan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja jajaran Lapas Pemuda Tangerang, termasuk menindak tegas bila ditemukan unsur kelalaian atau permainan internal.
“Kalau temuan seperti ini terus berulang, publik akan kehilangan kepercayaan. Ini bukan sekadar soal ponsel, tapi soal integritas lembaga pemasyarakatan,” lanjutnya.
Dari Lembaga Pemasyarakatan ke ‘Lembaga Penyamaran Fasilitas’
Fenomena ini menambah panjang daftar ironi dunia pemasyarakatan di Indonesia. Alih-alih menjadi tempat pembinaan, sebagian lapas justru menjelma ruang nyaman bagi segelintir warga binaan yang tetap menikmati fasilitas tak seharusnya.
Masyarakat menuntut Kemenkumham untuk berhenti menutup mata dan segera menindak tegas siapa pun yang memperjualbelikan pengawasan demi keuntungan pribadi.
Sebab jika pola seperti ini terus dibiarkan, lapas bukan lagi “lembaga pemasyarakatan”, melainkan hanya “lembaga penyamaran fasilitas.”
(Jun/tim)






